Mimpi. Apakah kalian tahu apa
itu mimpi? bunga tidur. Pasti itu yang terlintas dalam pikiran kalian. Tapi,
bukan itu mimpi yang kumaksud. Mimpi atau sering disebut impian adalah sesuatu
yang teramat ingin kita capai. Apakah kalian mempunyai sesuatu yang teramat ingin dicapai? pasti
punya, bukan? begitupun denganku.
Aku petok, umurku 9 tahun. Aku mempunyai impian terbesar
yaitu menjadi seorang yang
bisa mensejahterakan kawan-kawanku yang berada dikalangan ekonomi rendah.
Aku juga ingin, sangat ingin membuka
lapangan pekerjaan dengan modal yang minim, namun hasilnya cukup untuk membantu
kelangsungan hidup bagi kawan-kawan yang berada di pinggir jalan.
Membayangkan betapa bangganya kedua orangtuaku nanti, sungguh membuatku tak sabar ingin mewujudkan mimpi itu. aku
mendesah pelan, memejamkan kedua mataku, membisikan harapan-harapanku kepada tuhan, berharap impian seorang
anak kecil sepertiku ini dapat terbuktikan didunia nyata. Kubuka mataku
kembali lalu menatap ke arah langit biru yang tersenyum cerah seakan-akan
menyemangatiku.
“petok,” terlihat
seorang wanita paruh baya
cantik di bagian sudut pasar melambaikan
tangan memanggil namaku. Kutolehkan kepalaku kearah samping lalu menghampirinya “iya bu ada apa ?”. “ini nak, taruh ditempat seperti
biasa ya?” sambil menyodorkan belanjaanya. “Baik bu” aku mengikuti perintahnya.
Ia adalah wanita yang sering meminta bantuanku
untuk mengangkutkan barang belanjaannya kedalam mobil dengan memberikanku upah
1500 rupiah. Itu sangat membuatku
senang, bahkan kadang ia memberiku uang lebih karena ia tahu aku selalu
berusaha jujur. Sebenarnya bukan hanya uang yang aku harapkan, aku berharap
perkerjaan orang bisa menjadi ringan karena bantuan tangan kecilku, uangmah
bonus anak sholeh saja heheh. Ibu-ibu
di pasar gobang banyak mempercayaiku karena kebanyakan anak-anak sebayaku tidak
jujur contohnya, mereka sering menyelipkan sedikit belanjaan kedalam kantung
celananya. Yang membuatku teramat bingung, akan mereka apakan belanjaan itu
nanti.
Aku tidak sendirian. Aku tinggal bersama ibuku disebuah gubuk yang letaknya
tak jauh dari pasar gobang , yang biasanya disebut pemukiman liar, karna memang
lahan yang kami tempati bukan tanah milik kami tetapi tanah milik PT.PJKA. Hidup
aku dan ibuku di tempat ini bergantung dengan pemerintah, bisa saja aku
tiba-tiba diusir dari tanah yang bukan milik kami ini. Keadaan inilah yang
membuatku makin bersemangat untuk bersokolah dan berkerja karena impianku
sangat lah besar.
Kata orang jika kita memiliki sahabat, semua permasalahan
akan menjadi mudah, karena persahabatan tidak mengenal namanya perbedaan,
jarak, harta ataupun suku. Apapun itu, sahabat akan tetap ada. Sahabat sejati
tidak akan pergi walaupun dia telah disia-siakan bahkan arti kehadirannya dan juga perbuatannya tidak pernah dianggap. Yang ada
dalam benak diri seorang
sahabat adalah bisa selalu ada untuk orang-orang yang dianggapnya
sahabat, entah orang tersebut mengaanggapnya hanya sebatas teman biasa
atau orang yang berarti, yang terpenting baginya bisa membantu sahabatnya.
Tapi kenyataannya aku adalah orang yang terbiasa
menyendiri, aku tak pernah mengerti arti sebuah persahabatan, punya
sahabat pun belum pernah kurasakan. Aku
tidak begitu suka dengan keramaian, aku lebih suka duduk dihalaman rumah, dan mengisi hari-hariku
dengan menulis ditemani secangkir teh hangat. Aku sangat suka menulis,bahkan hal
kecil yang berada dilingkunganku dengan mudah dapat kujadikan tema tulisanku, apapun itu, asalkan aku dapat
menuangkan semua
yang ada dalam pikiranku. Hingga suatu hari aku didatangi oleh seseorang yang merubah duniaku, mengajariku
arti persahabatan,
“Hai,,
kamu Petok kan??” seorang gadis
berparas cantik menghampiri dan menyapaku.“iya, kamu siapa?” tanyaku sambil menatap lekat keorang itu, aku
terheran-heran dengannya karena aku belum pernah melihatnya.“kenalin, aku Aulia” gadis itu mengulurkan tangannya. Aku pun membalas uluran tangan Aulia, setelah
berbincang lama aku mengetahui tentang dirinya, ia adalah anak dari ibu
Wati, wanita yang sering kubantu di pasar tadi. Aku tak tahu darimana dia memahami seluk belukku. Walaupun tidak
seluruhnya, namun dia tahu informasi dasar tentangku dengan sekejap. Mungkin saja dia sudah lama
mengenalku lewat cerita ibunya. Terserahlah, apapun itu aku tak peduli aku senang
dekat dengan aulia.
Aulia sahabatku yang begitu jahil sering mengusikku, diam-diam dia
sering muncul dari belakangku, membaca setiap baris goresan penaku yang kutulis
pada kertas-kertas putih. Setelah selesai aku menulis barulah dia mengagetkanku,
dengan mengulang kata-kata yang baru aku tulis. “aku merasakan
dunia seakan merubah polanya ketika ” Aulia mengagetkanku. “kamu?". kataku kaget bukan main,. aku merasa tidak enak,
ketika aku sedang berkarya dilihat orang.“ketika apa? hayoo” Tanya Aulia dengan wajah penasarannya. “haha, nanti aja
ya tunggu udah selesai ceritanya, kamu jadi orang pertama deh yang boleh baca” rayuku pada Aulia.“oke
janji ya?” meminta kepastian. “janji” tegasku.
Hari
berganti hari kulalui serasa aku sudah menemukan arti sahabat dalam hidupku. Dialah sahabat petama yang kupunya, dia yang selalu ada untukku, mengukir kebahagiaan di
hari-hariku, dia
selalu membantuku menemukan inspirasi, kini duniaku menjadi berubah. Aku pun juga selalu ada untuk Aulia, Bagiku Aulia sangat penting, karena dia telah
merubah warna hidupku.
Sore hari, aku bejalan menuju danau
bersama aulia. Terlihat lautan sampah di pinggir danau. Terfikir sekilas olehku
untuk membuat perubahan besar di danau itu. Aku dan aulia mengkoordinir warga
kampung untuk membersihkan danau tersebut, untungnya perkataanku dan aulia
didengar karena karena usia kami tidak kanak-kanak lagi, usiaku saat ini 17
tahun. Aku baru saja lulus dari sebuah SMAN terfavorit di bandar lampung dengan
nilai rata-rata 9,8 dan sekarang aku telah tercatat sebagai salah satu mahasiswa universitas lampung.
Kini kehidupan bundaku dan aku semakin
membaik, aku sudah mulai memiliki penghasilan sedikit demi sedikit, karena
setelah pulang kuliah aku membuka jasa untuk memperbaiki peralatan elekronik
yang rusak dirumahku. Disuatu ketika, aku sedang asyik memperbaiki sebuah
komputer, ada sesosok pria gagah yang menghampiri aku ia mencela pekerjaanku,
“heiii bocah ingusan, jadi seperti ini kinerjamu!!” bentak ia. “maksud bapak
apa?” aku bingung. “ Tv yang kamu perbaiki kemarin, bukan benar malah tambah
rusak” tegas ia dengan wajah marah. “ maaf pak, kalau begitu biar saya perbaiki
lagi” pinta aku. “ tidak usah! Nanti malah jadi tambah rusak, saya minta uang
ganti rugi saja!” Bapak itu menolak tawarannku. Baik pak akan saya ganti, kira-kira berapa uang yang saya harus
keluarkan ?” tanyaku. “Rp 5.000.000”. aku terkejut setengah mati mendengar
ucapan bapak itu “maaf pak bukannya uang yang bapak keluarkan itu hanya
Rp1.500.000” aku memastikan. “ iya, itu untuk biaya transportasi, omelan
istriku, dan lain-lain, jadi kalau ditotal Rp 5.000.000”. “baiklah pak” dengan
pasrah aku pun mengganti uang bapak itu.
Ya semua ini adalah pelajaran untukku
agar lebih berhati-hati ketika sedang melakukan pekerjaan ini, aku mencoba
mengumpulkan uang lagi karena uang yang kuserahkan untuk bapak itu adalah uang
untuk anak yatim yang setiap bulan kuberikan kepada panti asuhan “WILI”. Panti
asuhan wili adalah panti asuhan terbesar yang dimiliki oleh sepasang suami
istri muda yang sukses, S2 telah diraih keduanya. Nama panti asuhan wili pun
singkatan dari nama pemiliknya. Ya widi dan lia Aku mencoba untuk menambah
penghasilan, mengasah otak kesana-kemari. Tapi 5 sudah berjalan aku tidak
menemukan penghasilan tambahan selain dari mekanik
electronik itu. Yasudah mungkin memang hanya dari sini sja aku bisa
mendapatkan uang, karena tidak putus asa, aku mengunjungi satu-persatu rumah berharap ada tv, radio,
atau sejenisnya yang dapat kuperbaiki.
Akhirnya ada yang meminta aku untuk
memperperbaiki Tv,dan Ac di sebuah rumah di ujung jalan, rumah yang begitu
megah, dihiasi taman bunga mawar dihalamannya, yang dijaga oleh 3 orang satpam.
Katanya Tv diruangan satpam ini mulai agak tidak jelas gambarnya. Dengan penuh
semangat karena takut siang pergi aku langsung mengerjakan tv dan ac itu. Tiga
jam berlalu akhirnya perkerjaanku selesai juga, bayaran pun kuterima, dan
alhamdulillah uangnya lumayan untuk kutabung. Ketabahannya dalam bekerja
menghantarkaku kepada kesuksesan dan tentu saja berkat bantuan Tuhan, orangtua,
dan sahabat yang berada di sampingku. Namun impian terbesar yang di
angan-angankan belum terpenuhi seutuhnya tapi aku percaya disetiap usaha pasti
ada jalan.
---TAMAT---
No comments:
Post a Comment